Mengembalikan Identitas Arsenal Bersama Mikel Arteta

Mengembalikan Identitas Arsenal Bersama Mikel Arteta
Mikel Arteta adalah harapan Arsenal
Arsenal berhasil menumbangkan Manchester United pada gameweek ke-21 sekaligus merupakan kemenangan perdana setelah 4 laga sebelumnya nir-kemenangan. Laga yang berkesudahan di Emirates Stadium dinihari tadi (2/1) berhasil diakhiri dengan skor 2-0 untuk kemenangan sang tuan rumah berkat dua gol yang masing-masing dicetak oleh Nicolas Pepe dan Sokratis Papastatopoulos.

Mikel Arteta diyakini menjadi kunci kemenangan atas Manchester United pada laga dinihari tadi, pasalnya pria asal Spanyol itu mampu merubah permainan Arsenal pasca mengalami “dark ages” saat ditangani oleh Unai Emery selama 18 bulan lamanya. Selain hasil minor yang didapat oleh the gunners saat ditangani Unai Emery, terdapat hal yang lebih mengkhawatirkan: kehilangan identitas!


Arsenal dikenal sebagai tim sepakbola yang secara konsisten memainkan sepabola indah dan menguasai jalannya pertandingan. Di samping itu tim yang bermarkas di London Utara tersebut juga acapkali mempercayai para pemain muda berlaga pada level tertinggi liga domestik maupun kompetisi Eropa. Identitas tersebut benar-benar hilang saat ditangani oleh Emery.

Arsene Wenger sebagai peletak dasar identitas Arsenal tak lepas dari filosofi klub yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan yang dapat mencapai harmonisasi demi menggapai tujuan, yaitu kemenangan dan kejayaan. Filosofi tersebut termaktub secara jelas dalam jargon “Victoria Concordia Crescit” yang artinya kemenangan berawal dari keharmonisan.

Emery benar-benar menghilangkan filosofi dan identitas klub yang sudah lama ditanam dan dipupuk dengan baik oleh Arsene Wenger. Benar, di akhir kepemimpinan Wenger, Arsenal tak lagi gahar baik dilihat dari hasil pertandingan maupun cara bermainnya. Namun sejelek-jeleknya Wenger, ia tetap mampu membuat tim tetap harmonis dan saling percaya satu sama lain. Wenger tumbang bukan karena tak menjaga filosofi klub, melainkan murni taktik yang mulai usang.

Paca lengsernya Wenger, publik Emirates menaruh harapan besar pada sosok Emery. Awalnya ia sedikit banyak mampu memenuhi harapan suporter dengan mampu finis di posisi 5 Liga Inggris dan berhasil mencapai final Europa League. Fans paham bahwa Emery butuh waktu untuk mengembalikan kejayaan. Petaka datang di musim keduanya, alih-alih tampil baik, justru Arsenal dibawanya menjadi tim medioker dalam 13 pertandingan awal liga di musim ini.

Fans Arsenal sebenarnya tak terlalu mempermasalahkan hasil, mereka lebih mengkhawatirkan prospek tim ke depan dalam jangka waktu panjang. Sebenarnya hal tersebut sudah mulai terlihat (kehilangan identitas) pada musim pertama Emery, namun fans dan manajemen melihat musim pertama adalah musim di mana Emery beradaptasi. Mirisnya pada musim kedua bukan permainan semakin baik yang ia tunjukkan, justru semakin mempertebal kekhawatiran fans dan manajemen bahwa Arsenal benar-benar kehilangan identitasnya.

Mantan pelatih PSG ini benar-benar terlihat tak mampu menangani tim dengan kultur kuat seperti Arsenal. Emery terbiasa menangani tim-tim medioker yang identitasnya tak sekuat Arsenal, bahkan tim yang mendominasi Liga Prancis sekalipun sebenarnya bukan tim dengan kultur/identitas yang kuat karena PSG menjadi tim besar karena dimiliki oleh pemilik kaya, bukan dibangun melaui proses panjang dengan identitas kuat sehingga mampu muncul sebagai tim besar. PSG tentu tim yang sangat berbeda dengan Arsenal.

Arsenal adalah tim seperti Barcelona, Liverpool, Manchester United, maupun Bayern Munchen yang mana kelima tim tersebut menjunjung tinggi dan menghormati identitas dan budaya klub dengan karakter masing-masing yang beragam. Emery benar-benar kelimpungan melatih tim seperti Arsenal, ia benar-benar tak punya identitas taktik yang jelas.

Tim seperti Arsenal tak layak bermain reaction footbal atau dalam kata lain menunggu tim lawan dan menyesuaikan strategi berdasarkan siapa lawannya. Hal seperti ini tentu menimbulkan seringnya pergantian formasi, susunan pemain, dan strategi di atas lapangan. Imbasnya, tim dengan identitas menyerang, bermain indah dan atraktif, dan saling percaya satu sama lain menjadi hilang lantaran terlalu sering berganti strategi gaya permainan, maka dari itu ditunjuklah Mikel Arteta sebagai head coach Arsenal yang baru.

Misi Arteta di Arsenal bukan hanya mengangkat performa tim hingga akhir musim ini, ada hal yang lebih besar lagi yang harus dilakukan Arteta, yaitu mengembalikan identitas Arsenal yang telah lama hilang. Tentu banyak pihak yang meragukan Arteta, pasalnya ia tak sedikitpun memiliki pengalaman sebagai pelatih kepala, pengalamannya hanya sebatas sebagai asisten pelatih, ya walaupun ia menjadi asisten dari Pep Guardiola sekalipun, tetap saja ada sejumlah pihak yang meragukan kemampuannya.

Paul Merson salah satunya. Legenda Arsenal tersebut meragukan kemampuan Mikel Arteta sebagai seorang pelatih. Bahkan seperti yang dikutip dari Daily Star, Merson mengatakan bahwa Arteta sama seperti Connor McGregor yang mencoba mengalahkan Floyd Myweather di ring tinju. Merson bahkan mewanti-wanti fans Arsenal untuk tidak terlau berharap pada orang yang belum pernah memiliki pengalaman melatih sebelumnya.

Keraguan-keraguan tersebut pasti banyak muncul ke permukaan, baik dari legenda klub maupun orang lain yang berada di luar Arsenal. Mourinho misalnya, ia berceloteh bahwa Arsenal memilih Arteta hanya karena gajinya yang lebih murah dan memiliki rekor kekalahan yang lebih sedikit dibanding kandidat pelatih Arsenal lainnya kala itu, Carlo Ancelotti. Begitulah sindiran yang dilontarkan Jose Mourinho kepada Arsenal dan Arteta.

Arteta memang belum memiliki pengalaman sebagai seorang pelatih, namun setidaknya ia telah belajar dari pelatih sekelas Pep Guardiola selama 3,5 musim. Bukankah dahulu saat pertama kali melatih Barcelona di usia yang kurang lebihnya sama dengan Arteta, Pep Guardiola melatih Barcelona dan mampu membungkam semua orang yang meragukannya?

Usia Pep kala melatih Barcelona sama dengan usia Arteta melatih Arsenal, 37 tahun. Bahkan keduanya memiliki kemiripan lain, sama-sama dari Spanyol, berasal dari akademi Barcelona, dan belum memiliki pengalaman sebagai pelatih di level senior. Bedanya Guardiola sebelum melatih Barcelona ia terlebih dahulu melatih Barcelona B, sedangkan Arteta menjadi asisten pelatih di Manchester City.

Melihat kemiripan-kemiripan tersebut membuat fans Arsenal memiliki asa melihat timnya suatu saat mampu berjaya kembali, minimal mengmbalikan identitas Arsenal yang telah hilang dalam 18 bulan terakhir di bawah asuhan Emery. Kedatangan Arteta pun disambut penuh suka cita para pendukung Arsenal apalagi di hari-hari pertamanya datang ke London Utara, fans dibuat terkesan padanya.

Arteta berbicara kepada publik bahwa bahwa filosofi sepakbolanya jelas, ia bukan pelatih tipikal reaction football tergantung siapa yang ia lawan, melainkan harus mampu mengambil inisistif permainan. “Kita harus mendikte permainan, kita harus menjadi pihak yang mengambil inisiatif, dan kita harus menghibur orang-orang yang datang untuk menonton kita. Saya 100 persen yakin akan hal-hal itu, dan saya pikir saya bisa melakukannya,” ujar Arteta seperti dikutip dari Football London.

Arteta juga dinilai jauh memahami Arsenal ketimbang Emery. Arteta tidak langsung fokus pada strategi dan taktik di atas lapangan, ia ingin membangun sinergi antara tim dengan fans terlebih daulu. Hubungan baik antara fans dengan klubnya akan memberikan energi positif di atas lapangan. Arteta juga menekankan hubungan antar jajaran kepelatihan dan para pemain harus harmonis. Sesama pemain harus saling melindungi satu sama dan bermain sebagai unit dan struktur yang jelas.

Hal-hal positif yang telah ditanam Mikel Arteta di Arsenal telah memperlihatkan sejumlah hasil positif sejauh ini. Permainan jauh lebih berkembang, keinginan mengambil inisiatif permaianan lebih besar dari sebelumnya, formasi dan pemain yang diturunkan jelas, permainan menjadi sangat padu, mampu keluar dari tekanan, dan yang paling penting para pemain kembali bahagia dan bermain dengan hati.

Para pemain pun berkembang baik secara tim maupun individu. Mesut Oezil yang selama dilatih Emery menjadi pemain yang tidak berguna, kini kembali menemukan magisnya. Pepe langsung mencetak gol via open play saat menjadi starter di mana hal tersebut tak bisa ia lakukan saat masih bersama Emery. Aubameyang kembali terlihat kecepatannya dan terlihat mulai fasih bermain sebagai sayap kiri. Granit Xhaka tampil luar biasa setelah sebelumnya selalu menjadi sasaran tembak fans Arsenal akibat terlalu sering melakukan blunder, pun dengan David Luiz.


David Luiz dalam wawancara terakhirnya pasca kemenangan dari MU mengatakan bahwa kini tim menjadi lebih berkembang. Selain dari segi taktik, menurut Luiz kebahagiaan menjadi kunci yang tak kalah penting. Sokratis menambahkan bahwa saat ini para pemain benar-benar kembali menemukan kebahagiaan dalam bermain sepakbola.

Kedatangan Arteta memang tidak menjamin kejayaan bagi Arsenal, namun kedatangannya memberi angin segar dan secercah harapan. Ia tak hanya piawai menyusun strategi di atas lapangan, Arteta juga memperhatikan hubungan antara fans dengan klub. Sesuai dengan filosofi Victoria Concordia Crescit, Arteta paham dan tentunya mampu mengembalikan identitas Arsenal yang menjadikan keharmonisan sebagai hal yang fundamental.

Subscribe to receive free email updates: